May 05, 2013

SUPERHERO pengangguran : Hilangnya Idealisme



Dimulai dengan perjuangan mencari tiket di saat akhir dengan membeli dari calo, akhirnya saya menonton Pentas Teater Gandrik “GUNDALA GAWAT” di Taman Budaya Yogyakarta (17/4).  Harapan saja sejak awal adalah satu : Saya ingin melihat tontonan yang menghibur.

TAWA memang sudah menjadi lekat dengan TEATER GANDRIK.  Olahan dialog yang menimbulkan humor dan menimbulkan tawa,  menjadi jaminan bagi setiap pementasan TEATER GANDRIK. Gaya plesetan dan dagelan parikena menjadi  “jualan” yang  dinanti oleh penonton. Dagelan yang  diharapkan adalah dagelan yang bernuansa  sosial politik, dengan pembawaan yang  cerdas, dan tentunya gaya JOGJA.

Oleh karena itu, saya dan seluruh penonton yang telah membeli tiket memiliki harapan untuk tertawa sepanjang pertunjukan. Kawan sayapun berkomentar ketika masuk dan melihat antusiasme penonton yang tertawa “Wong semene akehe ki tuku tiket ming arep ngguyu” (orang sebanyak ini, membeli tiket hanya untuk tertawa). Sesederhana inilah ekspektasi saya menonton Teater Gandrik.

Lakon GUNDALA GAWAT ini adalah karya Goenawan Mohamad (yang disebut pelawak yang menyamar sebagai penyair) dengan adaptasi dan penyesuaian oleh Agus Noor dan Whanny Dharmawan.  Tokoh Superhero GUNDALA PUTRA PETIR ini dimainkan bersama dengan penciptanya, Hasmi (E Harya Suryaminarta). Selain menghadirkan GUNDALA(Susilo Nugroho, aka Den Baguse Ngarsa), muncul juga tokoh Superhero lain seperti AQUANUS (diplesetkan AKU ANUS, manusia air, diperankan Jamaluddin Latif), SUN BO KONG (plesetan dari SUN GO KONG, diperankan oleh Jujuk Prabowo), PANGERAN MELAR (mungkin adaptasi dari Mr. Fantastic dari FANTASTIC FOUR, diperankan oleh Gunawan Maryanto), Jin Kartubi (tokoh dalam Gundala Putra Petir, diperankan oleh M. Arif Wijayanto), Agen X (superhero girl, diperankan oleh Jami Atut Tarwiyah). Selain para superhero, muncul juga peran Pak Petir (ayah Gundala, diperankan Butet Kartaredjasa), Sedah (istri Gundala, diperankan Nunung Deni Puspitasari), serta Nungki (Istri Hasmi, diperankan oleh Agnesia Linda).  

Ekspektasi sederhana itu tidak langsung  terwujud ketika di awal dimunculkan adegan dialog Hasmi sang pencipta karakter Gundala dengan Nungki, istrinya.  Penempatan adegan tersebut di awal memberi kesan bahwa lakon kali ini tidak hanya berisi DAGELAN, namun memilki alur yang perlu disimak. Adegan tersebut mau menunjukkan kehidupan  seorang komikus  yang suram. Suramnya kehidupan komikus berhubungan dengan suramnya si karakter ciptaan, GUNDALA.

Gundala sudah tua,tidak banyak muncul dalam hiruk pikuk dunia, ia sudah pensiun. Gundala adalah anak Pak Petir. Dengan munculnya banyak kejahatan yang didahului munculnya petir, ia dituduh ikut bertanggungjawab. Gundala ingin membersihkan nama sekaligus mencari tahu dalang dari kejahatan yang dibarengi dengan kemunculan petir. Hasmi, sebagai pencipta karakter, ikut mencari tahu dengan mengumpulkan para superhero di “PUSAT PENGERAHAN TENAGA SUPERHERO”.  Jejak kejahatan mengarah pada kelompok Harimau Lapar.  

Kelompok Harimau Lapar ternyata menjebak para superhero. Bukan hanya itu, ternyata para superhero, selain Gundala, membelot  dan mendukung  aksi Harimau Lapar. Tinggal Gundala sendiri yang belum masuk dalam kelompok Harimau Lapar.  Gundala akhirnya menyerah kalah pada Kelompok Harimau Lapar karena istrinya disandera. Para Superhero kehilangan kodratnya sebagai Pahlawan pembela kebenaran dan keadilan. Idealisme yang disimbolkan dalam diri superhero, akhirnya pupus ketika berhadapan dengan kekuasaan.  Bila idealisme yang dilekatkan pada pundak Superhero hilang, ke mana idealisme pergi ? Atau, sudah hilangkah idealisme ?

Pementasan kali ini tidak berusaha menjawab pertanyaan tadi, namun berusaha menyuguhkan suatu pembenaran atas tindakan superhero dengan memunculkan refren “Daripada Negara dirampok oleh para Koruptor, lebih baik dibagi-bagi”.  Tetap ada pembenaran atas tindakan yang dilakukan. Artinya, Superhero masih berusaha membersihkan nama, tidak terang-terangan ikut masuk dalam golongan mereka yang “korupsi”, padahal  yang dilakukan sama saja.

Keinginan saya untuk hanya tertawa menyaksikan olahan dialog GANDRIK, berakhir dengan suntikan makna. Di akhir pementasan, selain terngiang dengan banyaknya dagelan saru-asu khas Jogja, GANDRIK  juga menyambar saya dengan gambaran bahwa “TERNYATA, kejahatan yang paling jahat itu dilakukan oleh mereka yang berusaha untuk memberantas kejahatan.”

GANDRIK TENAN !!!
*** 

4 komentar:

Linda said...

setuju mas Mahatma, daripada dirampok Koruptor lebih baik dibagi2. karena masih banyak penduduk negeri ini yg hidup dalam kekurangan. salam kenal balik mas, makasih sudah berkunjung ke blog saya :)

Mahatma said...

sami sami mbak

Prefilax Bharata said...

bagus mas artikelnya.. ditunggu kunbalnya...

obat herbal
obat wasir
obat wasir herbal
obat wasir berdarah
obat wasir tradisional
obat wasir ambeien

cara mengobati sipilis said...

obat wasir
obat kutil kelamin
obat sipilis
cara mengobati herpes

Post a Comment

Silahkan berkomentar bila ada reaksi setelah membaca tulisan di atas.
Terimakasih.

Powered by Blogger.