Dimulai dengan perjuangan mencari tiket di saat akhir dengan
membeli dari calo, akhirnya saya menonton Pentas Teater Gandrik “GUNDALA
GAWAT” di Taman Budaya Yogyakarta (17/4). Harapan saja sejak awal adalah
satu : Saya ingin melihat tontonan yang menghibur.
TAWA memang sudah menjadi lekat dengan TEATER GANDRIK. Olahan dialog yang menimbulkan humor dan
menimbulkan tawa, menjadi jaminan bagi
setiap pementasan TEATER GANDRIK. Gaya plesetan dan dagelan parikena
menjadi “jualan” yang dinanti oleh penonton. Dagelan yang diharapkan adalah dagelan yang bernuansa sosial politik, dengan pembawaan yang cerdas, dan tentunya gaya JOGJA.
Oleh karena itu, saya dan seluruh penonton yang telah
membeli tiket memiliki harapan untuk tertawa sepanjang pertunjukan. Kawan
sayapun berkomentar ketika masuk dan melihat antusiasme penonton yang tertawa “Wong semene akehe ki tuku tiket ming arep
ngguyu” (orang sebanyak ini, membeli tiket hanya untuk tertawa). Sesederhana
inilah ekspektasi saya menonton Teater Gandrik.
Lakon GUNDALA GAWAT ini adalah karya Goenawan Mohamad (yang
disebut pelawak yang menyamar sebagai penyair) dengan adaptasi dan penyesuaian
oleh Agus Noor dan Whanny Dharmawan. Tokoh Superhero GUNDALA PUTRA PETIR ini
dimainkan bersama dengan penciptanya, Hasmi (E Harya Suryaminarta). Selain
menghadirkan GUNDALA(Susilo Nugroho, aka Den Baguse Ngarsa), muncul juga tokoh Superhero lain seperti AQUANUS
(diplesetkan AKU ANUS, manusia air, diperankan Jamaluddin Latif), SUN BO KONG
(plesetan dari SUN GO KONG, diperankan oleh Jujuk Prabowo), PANGERAN MELAR (mungkin
adaptasi dari Mr. Fantastic dari FANTASTIC FOUR, diperankan oleh Gunawan
Maryanto), Jin Kartubi (tokoh dalam Gundala Putra Petir, diperankan oleh M.
Arif Wijayanto), Agen X (superhero girl, diperankan oleh Jami Atut Tarwiyah).
Selain para superhero, muncul juga peran Pak Petir (ayah Gundala, diperankan
Butet Kartaredjasa), Sedah (istri Gundala, diperankan Nunung Deni Puspitasari),
serta Nungki (Istri Hasmi, diperankan oleh Agnesia Linda).
Ekspektasi sederhana itu tidak langsung terwujud ketika di awal dimunculkan adegan
dialog Hasmi sang pencipta karakter Gundala dengan Nungki, istrinya. Penempatan adegan tersebut di awal memberi
kesan bahwa lakon kali ini tidak hanya berisi DAGELAN, namun memilki alur yang
perlu disimak. Adegan tersebut mau menunjukkan kehidupan seorang komikus yang suram. Suramnya kehidupan komikus
berhubungan dengan suramnya si karakter ciptaan, GUNDALA.
Gundala sudah tua,tidak banyak muncul dalam hiruk pikuk
dunia, ia sudah pensiun. Gundala adalah anak Pak Petir. Dengan munculnya banyak
kejahatan yang didahului munculnya petir, ia dituduh ikut bertanggungjawab.
Gundala ingin membersihkan nama sekaligus mencari tahu dalang dari kejahatan
yang dibarengi dengan kemunculan petir. Hasmi, sebagai pencipta karakter, ikut
mencari tahu dengan mengumpulkan para superhero di “PUSAT PENGERAHAN TENAGA
SUPERHERO”. Jejak kejahatan mengarah
pada kelompok Harimau Lapar.
Kelompok Harimau Lapar ternyata menjebak para superhero.
Bukan hanya itu, ternyata para superhero, selain Gundala, membelot dan mendukung aksi Harimau Lapar. Tinggal Gundala sendiri
yang belum masuk dalam kelompok Harimau Lapar. Gundala akhirnya menyerah kalah pada Kelompok
Harimau Lapar karena istrinya disandera. Para Superhero kehilangan kodratnya
sebagai Pahlawan pembela kebenaran dan keadilan. Idealisme yang disimbolkan
dalam diri superhero, akhirnya pupus ketika berhadapan dengan kekuasaan. Bila idealisme yang dilekatkan pada pundak
Superhero hilang, ke mana idealisme pergi ? Atau, sudah hilangkah idealisme ?
Pementasan kali ini tidak berusaha menjawab pertanyaan tadi,
namun berusaha menyuguhkan suatu pembenaran atas tindakan superhero dengan
memunculkan refren “Daripada Negara
dirampok oleh para Koruptor, lebih baik dibagi-bagi”. Tetap ada pembenaran atas tindakan yang
dilakukan. Artinya, Superhero masih berusaha membersihkan nama, tidak
terang-terangan ikut masuk dalam golongan mereka yang “korupsi”, padahal yang dilakukan sama saja.
Keinginan saya untuk hanya tertawa menyaksikan olahan dialog GANDRIK, berakhir dengan suntikan makna. Di akhir pementasan, selain terngiang dengan banyaknya dagelan saru-asu khas Jogja, GANDRIK juga menyambar saya dengan gambaran bahwa “TERNYATA,
kejahatan yang paling jahat itu dilakukan oleh mereka yang berusaha untuk
memberantas kejahatan.”
***
4 komentar:
setuju mas Mahatma, daripada dirampok Koruptor lebih baik dibagi2. karena masih banyak penduduk negeri ini yg hidup dalam kekurangan. salam kenal balik mas, makasih sudah berkunjung ke blog saya :)
sami sami mbak
bagus mas artikelnya.. ditunggu kunbalnya...
obat herbal
obat wasir
obat wasir herbal
obat wasir berdarah
obat wasir tradisional
obat wasir ambeien
obat wasir
obat kutil kelamin
obat sipilis
cara mengobati herpes
Post a Comment
Silahkan berkomentar bila ada reaksi setelah membaca tulisan di atas.
Terimakasih.