May 07, 2015

Yang Pasti…..?



Coba  sebentar kita cermati komentar selebriti indonesia saat diwawancarai dalam program infotainmen. Salah satu jurus favorit mereka dalam menjawab pertanyaan, adalah menggunakan frase “Yang Pasti……..bla..bla..bla.

  • Reporter: “Mbak Artis, bagaimana persiapan mbak menjelang konser nanti malam?”
  • Artis: “Yang pasti, aku latihan tiap hari dan bla..bla..bla”.
Dari sisi lain, ternyata jurus sakti itu juga telah melekat di benak penonton. Saat seorang penonton yang hadir dalam sebuah event keramaian (entah itu konser musik, atau acara jalan-jalan, atau  event keramainan apa pun) diwawancarai, munculah frase sakti tadi:
  • Reporter: “Mbak, namanya siapa?”
  • Penonton: “Rere.”
  • Reporter: “Bagaimana pensi yang mbak Rere hadiri kali ini?”
  • Penonton: “Yang pasti…seru abis, banyak artis-artis yang keren banget!!!!”
Entah mengapa, saya menangkap bahwa jawaban sakti “Yang pasti..bla..bla..bla” adalah jawaban yang bukan jawaban. Jawaban yang sudah diketahui oleh banyak orang. Atau dalam bahasa juru warta disebut informasi yang tidak layak menjadi berita.

Ya tidak layak untuk masuk kategori berita, wong yang diungkapkan adalah sesuatu yang pasti-pasti. Yang pasti-pasti itu semua orang juga sudah tahu. Jawaban dengan menggunakan jurus “yang pasti” jelas bukanlah jawaban yang ditunggu oleh penonton atau pun oleh mereka yang ingin mengetahui informasi lebih lanjut.

Jawaban dengan jurus “yang pasti” dapat disejajarkan dengan pertanyaan retoris macam, “ah hari ini matahari terbit dari timur”, “ah, es ini dingin sekali”.   Ya itu sudah pasti, dan yang sudah pasti pasti itu, konon akan masuk struktur Present Tense, demikian ujar guru bahasa Inggris.

Lalu mengapa sering sekali muncul jawaban spontan “yang pasti”, entah dari kalangan artis, penonton, bahkan sekarang politikus atau mereka yang disodori mic pewawancara. Apakah ini sejenis virus di dunia digital ini?

Semata dengan menggunakan ingatan, saya coba mengira-ira, kapankah ungkapan “yang pasti” ini mulai muncul? 

Seingat saya, jurus sakti “yang pasti” ini muncul berbarengan dengan perkembangan teknologi yang makin memanjakan manusia dengan kecepatan. Di media televisi, muncul dengan banyaknya realtime news. Artinya, teknologi siaran langsung semakin menjadi biasa dalam tayangan berita televisi. Tuntutan kecepatan dalam pemberitaan, mengharuskan hadirnya informasi yang cepat. Berita tidak dicari, tapi diadakan dan akhirnya sang sumber berita pun akhirnya kehabisan kata-kata. Kata-kata yang tak terpikir kemudian muncul dalam frase sakti, “yang pasti”.

Kembali lagi ke ungkapan “yang pasti”. Benarkah saat seseorang mengucapkan jawaban “yang pasti”, dia mengungkapkan hal yang pasti?

Bisa jadi, jawaban “yang pasti” itu adalah sebuah penghindaran terhadap pertanyaan yang tidak siap dijawab. Atau, sebuah momen berpikir yang ditunda sehingga seseorang masih sempat untuk sedikit (hanya sedikit) memanggil sebentar ingatan dan mengungkapkan sesuai dengan situasi yang sedang dialami. Mudahnya, jawaban “yang pasti” adalah jawaban encer tanpa banyak berpikir, suatu kemalasan berpikir yang semakin masif.

Mungkin saja, jawaban tersebut adalah bentuk lain dari ungkapan “eeee…eee…” di zaman TVRI saat mic disodorkan kepada Menteri Moerdiono (mereka yang tahu, tentu sudah senior, memang ini jebakan umur). Zaman “eeee....eee....eee” sudah diganti dengan zaman “yang pasti”.

Atau malahan, jawaban “yang pasti” adalah jawaban antisipatif yang ditunggu oleh penonton. Penonton sudah tahu jawaban atau informasi tentang suatu hal. Untuk menegaskan common sense tersebut, narasumber hanya perlu mengatakan “yang pasti…bla..bla..bla.” Seorang aktris yang akan menikah, akan menceritakan persiapan yang dilakukan olehnya, layaknya setiap pasangan yang sedang mempersiapkan pernikahan, mulai dari menyiapkan pakaian, membuat undangan, memilih tempat, dan lain-lain.

Kemungkinan lain, jawaban “yang pasti” adalah pencitraan bahwa sebaiknya, atau umumnya seseorang akan memberikan jawaban seperti yang ia berikan. Inilah yang paling membosankan. Orang menjadi sok tahu dan memberitahu bahwa sebaiknya atau umumnya jawaban yang diberikan adalah yang dijawab dengan awalan “yang pasti”.  “Yang pasti, kegiatan tadi seru sekali”. Benarkah seru? Atau, sebaiknya dan umumnya kegiatan tadi menjadi kegiatan yang “seru”?

Jadi, sebenarnya tidak ada hal yang baru. Reporter sudah tahu, penonton sudah paham. Dan rasanya sia-sia untuk mencari tahu apa yang ingin diungkapkan maupun apa yang ingin diketahui dan ingin dicari.

Momen ingin tahu, momen penasaran hilang dan diganti dengan momen sok tahu.  Di titik ini, benarlah apa yang diungkapkan oleh Daniel Defoe di abad 18, “Dan apabila ada hal yang lebih pasti daripada kematian dan pajak, kita pantas untuk mempercayainya.” 

Karena tidak ada yang lebih pasti dari hal itu, maka? 
sumber gambar

5 komentar:

Anonymous said...

Nang. font-nya ga enak dibaca...

Mahatma said...

makasih...sudah diganti...amin

Anonymous said...

Wihi, Mahatma muncul lagi :)
Yang pasti = kata lain dari pokoknya (malas mikir, malas bertele-tele, malas nerangin), semacam "ya elah, masak kayak gini harus dijelasin.."

Andhy Rinanto said...

Kapan muncul tulisan - tulisan yang inspiratif lagi?

Stella Vania said...

yang pasti adalah ketidakpastian~

Post a Comment

Silahkan berkomentar bila ada reaksi setelah membaca tulisan di atas.
Terimakasih.

Powered by Blogger.