Cahyo mengajak Diana ke Rumah Orangtuanya di Jogja. SUMBER. |
“Mengapa menonton film 'CINTA TAPI BEDA' ?” demikian tanya pengantri tiket di belakang saya. Saat
itu saya menjawab sekenanya bahwa film ini cukup banyak dibicarakan dan menjadi
kontroversi. Karena itu, agar bisa masuk ke dalam kontroversi itulah, perlu
melihat filmnya lebih dahulu. Jawaban itu ternyata berkembang.
Alur CINTA TAPI BEDA ini cukup mudah diikuti : kisah cinta dua orang beda agama yang ingin
menikah secara resmi tanpa meninggalkan keyakinan masing-masing. Persoalan
muncul ketika orangtua dari kedua belah pihak tidak menyetujui rencana
pernikahan tersebut. Persoalan lain muncul dari Aturan Negara yang tidak
memperbolehkan orang menikah dengan agama yang berbeda. Restu orangtua dan
aturan pemerintah dijadikan halangan untuk mewujudkan keinginan menikah kedua
pasangan tersebut. Film tidak memberikan penyelesaian akan hal ini secara
praktis, bahkan terkesan adanya jalan buntu dari sisi Aturan Negara.
Saya tertarik dengan upaya
sang sutradara "CINTA TAPI BEDA" dalam menyuguhkan persoalan yang nyata di masyarakat. Nyatanya
ada banyak pasangan beda agama yang menikah. Potret situasi tersebut disuguhkan
dengan kerangka kisah percintaan. Ketika kenyataan ini diangkat ke dalam film,
minimal banyak orang kemudian mulai berpikir dan mencari dasar serta mencari
pemecahan. Sebagai sebuah wacana yang membawa orang pada kemauan mencari
sendiri, film ini termasuk film yang mendewasakan.
Saya anggap sebagai pendewasaan karena tidak berpretensi
mengkotbahi orang dengan hasil siap saji yang siap dipakai dan dinikmati, namun
dalam kemampuan memberikan pancingan untuk mencari dan memutuskan sendiri. Setiap
penonton yang menikmati film ini diajak untuk ikut serta dalam persoalan yang
dialami oleh sang tokoh utama, mengalami dorongan cinta serta hambatan yang
dihadapi. Sesudahnya, tiap penonton
diajak untuk mengambil sikap secara pribadi.
Pengambilan sikap ini dimulai dengan memahami situasi yang nyata terjadi
dan ditambah dengan latar belakang penonton sendiri. Dalam situasi semacam itu,
apakah yang akan dilakukan oleh penonton ?
Setelah melihat film ini, saya sendiri tidak melihat adanya
nuansa dan arah untuk menyinggung golongan atau agama tertentu. Yang muncul
adalah pemahaman akan adanya situasi pernikahan beda agama yang dialami oleh
sepasang manusia. Pemahaman inilah sikap awal dalam relasi di tengah banyaknya
perbedaan. Pemahaman tidak berarti mengatakan setuju atau mendukung suatu
tindakan tertentu, namun suatu sikap mau menerima adanya kenyataan perbedaan. Mungkin
dari pemahaman, akan muncul keinginan membantu atau menemani orang yang
mengalami hal yang sama. Mungkin juga akan muncul keinginan untuk meluruskan
apa yang sedang berlangsung, serta banyak sikap lain. Akan tetapi, dengan
pemahaman akan adanya kenyataan perbedaan ini sudah merupakan suatu sikap bagi
terciptanya kehidupan bersama.
Masuk ke filmnya sendiri, satu penyimbolan yang sangat kuat
adalah bahwa ketika semua persoalan itu sedang bergejolak, sang tokoh utama
Cahyo, Diana, Orangtua Diana, Orangtua Cahyo, semuanya berdoa sesuai keyakinan
masing-masing. Bagi saya, hal ini mengatakan bahwa setiap agama itu mengajak
umatnya semakin dekat dengan Tuhan, setiap agama itu berdoa !
Bagi saya ini sesuatu banget, bagaimana dengan anda ?
2 komentar:
belum nonton ini.... >,<
bagus ndak?
bagus...
emang masih tayang kah ?
Post a Comment
Silahkan berkomentar bila ada reaksi setelah membaca tulisan di atas.
Terimakasih.