March 24, 2008

minggu siang

minggu siang si anak berumur tujuh tahun’

acara teve yang sudah berakhir,

panas sore hari yang diam.


Melihat seluruh dunia yang sedang istirahat.

diamnya dunia di saat minggu siang,

ditimpa oleh beban tiap orang yang dilemparkan,

Beban yang ditinggal setiap hari minggu,

ingin tetap dikenang agar makin ringan.

Hari yang sangat berat di minggu siang.

Keluh kesah yang ingin ditinggalkan,

segera dibuang tanpa dinikmati.

minggu siang bergerak ke depan,

menarik beban berat yang menggantunginya dengan harapan,

minggu mencurahkan kekuatannya

untuk menyeret segala beban yang ditimpakan kepadanya,

beban yang semakin berat karena pandangan tak mau lurus ke depan.


angelus novus menarik beban sejarah dengan terengah-engah,

semua menoleh ke belakang,

tanpa mau menatap ke depan,

bahkan mundurpun enggan.


sia-sia si penarik waktu,

hanya ditemani si anak berumur tujuh tahun,

yang kebetulan bangun dari tidur

yang terengah, lupa mematikan siaran teve.

teve yang habis hanya sampai jam dua,

seakan membiarkan manusia untuk terlena,

menghabiskan waktu yang tersisa,

enggan segera menghempaskannya,

Manusia-manusia yang enggan bangun tidur.


si anak berumur tujuh tahun,

segera melihat dunia yang sedang tertidur,

kembali asyik dengan impiannya,

merogoh-rogoh tiap sudut rumahnya

berharap menemukan sisa telur paskah yang belum ditemukan,

“permainan belum berakhir” gumamnya.


Angelus novus tak juga beranjak

juga mencari dalam ingatan,

kegembiraan karena harapan,

harapan yang tersisa di masa lalu.


si anak berumur tujuh tahun terus berjalan,

Angelus novus diam tak segera menyeret minggu siang,

Panas tetap diam, memeras keringat dunia yang tertidur.

Angelus novus menyerah pada si anak,

Sejarah harus ditarik,

Minggu siang yang telah diperlama,

tak juga membangunkan manusia yang tidur.

Waktu yang berhenti hanya dinikmati oleh si anak berumur tujuh tahun.


Kembali,

minggu siang yang diam, keheningan yang menyiksa,

diselesaikan dengan keringat di ranjang.

Anak berumur tujuh tahun yang merogoh-rogoh sisa telur paskah

terus bermain tanpa memandang tatapan iba angelus novus,

memoria yang ditakuti masih menghantuinya.

Harapan masa lalu yang dirusak oleh pandangan ke depan,

Penghantuan yang tak pernah selesai,


Selalu menunggu di minggu siang,

ditarik begitu lambat menuju sore,

dengan pandangan menghamba, ia berkata :

“nak bolehkah kucarikan telur paskahmu ? “


Si anak terdiam,

Takut permainannya hilang,

Minggu siang tetap lambat menuju sore,

Permainan tetap riang, bersama angelus novus yang kelu.

--------------------------------------------------Buat melitarisa, selamat menternakkan kata

1 komentar:

Anonymous said...

Terima kasih. :')
Itu kataku yang pertama tentang tulisanmu.
Tapi,
seperti apa beternak kata itu?
Sementara banyak hal yang luput olehnya,
hal-hal yang membuat jari ini terkulai lemas (kan aku nulisnyah lebih sering via tuts komputer ya?) ketika sekian banyak kata yang kutahu gak bisa terangkai jadi satu untuk menggambarkannya.
Mungkin harus sering-sering beternak.
Atau diam dulu sejenak?

Post a Comment

Silahkan berkomentar bila ada reaksi setelah membaca tulisan di atas.
Terimakasih.

Powered by Blogger.