September 17, 2009

PIJAT SOLO


Sudah hampir dua tahun tinggal di Solo, tetapi baru kali ini aku pijet.
PIJET, PIJAT, PIJIT adalah kegiatan yang cukup digemari di kota SOLO. Banyak variasi Pijet yang ada di SOLO. Ada yang dinamakan pijet refleksi, yang memijat daerah telapak kaki yang terhubung dengan banyak simpul syaraf di tubuh manusia. Ada yang disebut bengkel manusia, yang berpretensi untuk memperbaiki kerusakan yang dialami oleh manusia. Ada juga Pijet Kesel yang menghilangkan kesel (=lelah). Ada yang menyebut pijet payung karena pemijatan dilakukan di bawah naungan payung di pinggir jalan. Ada juga yang disebut pijat terpal yang dilakukan di emperan toko dengan tutup terpal yang menyerupai bilik tanpa atap. Ada juga pijat kecantikan yang ditawarkan salon dan klinik kecantikan di Solo. Masih ada juga pijat plus-plus yang menawarkan pemijatan dan kegiatan tambahan (plus).

Mengapa pijat ? Pertanyaan itu sungguh mengena bagiku. Sehabis keseleo karena bermain basket, seorang tukang pijat dipanggil untuk membetulkan kakiku yang keseleo. Sebenarnya aku sudah tidak mau, dalam bayanganku, pijatan tukang urut otot pastilah sakit dan tidak nyaman. Dan benar, selama dipijat, aku merasakan kaki yang semakin sakit. Terpaksa, bantal, tangan, sprei, menjadi sasaran gigitan untuk mengurangi kesakitan saat dipijat. Pengalaman ini membuatku sedikit trauma dengan pijat. Tadi malam, aku berjanji untuk tidak pijat lagi. Kapok, demikian pikirku. Pijat, terutama pijat kesleo, pijat urat, pastilah tidak menyenangkan, membuat orang kesakitan.

Dan benar, keesokan harinya, kakiku semakin membengkak dan semakin sulit kugunakan untuk beraktivitas. Terpaksa, dengan kaki bengkat, aku beraktivitas seperti biasa, masuk tempat kerja dengan tertatih-tatih. Tentu saja, hal ini menimbulkan banyak tanya, mengapa begini, mengapa begitu ? Di antara percakapan itu, seorang kawan menawari seorang tukang pijat yang lain yang katanya ampuh dan bisa memijat dengan tepat. Pikirku, wah, aku sudah kapok pijat, masih terbayang sakitnya kaki dipijat dan semakin nyeri. Tetapi, teman tadi memberi beberapa fakta, pengalaman bahwa tukang pijat yang satu ini ampuh dan tidak sakit. Karena ingin membuktikan, ajakan itu langsung kuterima.

Perjalanan ke tempat pijat cukup jauh, 20 menit dengan mobil, masih ditambah 20 menit menunggu karena tukang pijatnya sedang keluar. Setelah masuk ke ruang pijat, kembali pikiran tentang sakitnya dipijat datang. Aku melihat seoonggok alat-alat dari alumunium cor, seperti tang sebesar tulang, palu berbentuk aneh-aneh, juga alat-alat yang terbuat dari metal lainnya. Tak ada minyak, tak ada alat lain, hanya tempat tidur, meja dan alat-alat tersebut. Wah, yang benar saja, mau pijat kok alatnya serem begini. Tukang pijat yang melihatku takut hanya tersenyum. Aku makin kecut dibuatnya.

Melihat aku kelihatan ragu, dia kemudian mengatakan, sambil tersenyum-senyum, bahwa memang alat itu digunakan untuk menurunkan mental pasiennya, biar takut. Mendengar itu, aku sendiri tertawa kecut, sambil sedikit "misuh" di dalam hati. Ternyata aku dikerjai oleh tukang pijat ini. Mulai dari situ, muncul pembicaraan yang hangat selama pijat. Tak terasa sakit sama sekali, bahkan seakan-akan, daerah kaki yang bengkak tidak disentuh, tetapi malah memijat bagian yang lain. Betul-betul tak terasa nyeri, tetapi kegembiraan dan canda-tawa selama pemijatan. Tak terasa, sesion pijat sudah selesai, dan hasilnya : Aku lebih percaya diri dalam menggerakkan kaki, kaki sudah "beres" dengan hasil yang mengesankan !!!

Aku terkesan sekali dengan cara tukang pijat ini membuat pasiennya rileks, dan tidak menyentuh langsung pada kakiku yang sakit. Cara ini sungguh ampuh menerobos blokade traumaku pada kegiatan memijat kesleo. Secara psikis, sebenarnya, aku sudah mulai membangun tembok pada kegiatan memijat dan memberi cap bahwa kegiatan macam itu adalah kegiatan yang sakit, tidak menyenangkan, atau dalam bahasa lain, mengancamku. Blokade itu, hari ini runtuh karena cara bapak tersebut untuk masuk dan mencoba berkomunikasi membuatku yakin bahwa yang dilakukannya tidak akan membuatku sakit, dengan kata lain, tidak mengancamku. Cara yang sangat unik, dengan pijat, dengan cara memberikan sentuhan yang menentramkan, dengan cara membuat badan rileks.

AKu teringat dengan tulisan F. Budi Hardiman dalam bukunya Memahami Negativitas. Dalam buku itu, kurang lebih ia menuliskan bahwa seringkali orang tidak mudah berkomunikasi atau membuka diri dengan "yang lain" karena mengenal orang lain itu "yang lain" dari diriku dan mengancam. Bila orang masih melihat orang lain sebagai "yang lain", yang terjadi adalah pembangunan blokade dan penciptaan jarak dan stereotipe. Itulah yang, katanya, dalam taraf ekstrem, membuat orang merasa berhak untuk "memusnahkan" apapun yang dilihat sebagai "yang lain". Dalam pengalamanku tadi, pijat, kegiatan memijat telah menghancurkan benteng pertahananku tentang pijat sebagai hal mengancam. Sentuhan fisik yang lembut, rileks, membuka ruang perjumpaan personal. Mungkin inilah yang juga dirasakan oleh orang-orang yang ketagikan dengan pijat, apapun variasinya (tentu bukan pijat urut seperti aku tadi malam).

Sekali lagi, ini terjadi di SOLO. Aku terkesan dengan kota ini dengan segala keunikannya. Hari ini juga, tanggal 17 September 2009, Nurdin M. Top, teroris paling diburu di Indonesia 9 tahun terakhir, tertembak mati dalam persembunyian di SOLO. Kembali lagi SOLO. Aku tidak tahu apa hubungan antara Pijet dengan Penangkapan Nurdin M. Top, tetapi yang jelas, sentuhan fisik yang lembut, telah membuat banyak orang SOLO merasa rileks dan terbuka terhadap kedatangan orang lain sehingga Nurdin M. Top-pun merasa aman bersembunyi di SOLO. Tentu, ini bukan kajian serius, tetapi menunjukkan bahwa penerimaan warga SOLO terhadap perbedaan, terhadap sesuatu yang asing, "yang lain" dariku, cukup besar. Hospitalitas yang besar ini ternyata harus juga sampai pada resiko untuk menerima "yang lain" yang benar-benar lain dariku, bahkan bila "yang lain" itu nyata hadir sebagai ancaman.

Tak berlebihan, bila saya katakan bahwa Pijat, pijet, pijit, bukanlah kegiatan yang negatif atau "miring" secara moral.

Pijat adalah momen persentuhan yang membuat orang menerima "yang lain" menjadi "yang sama" dengan dirinya.
Pamong Praja, tolong, jangan razia panti PIJAT !!

gambar dikutip dari : http://dimaswibie.files.wordpress.com/2009/08/31082009394.jpg

13 komentar:

harry seenthing said...

wakh jadi pengen dipijit nih, setelah macet dijalan barusan...met lebaran yah kang

Mahatma said...

harry !
selamat liburan !
kok back link ke alamatku lagi ?>

iyem said...

jadi inget kmaren abis pijat gara" kaki salah urat... (heheeee...diurut y namanya)....
sakitnya ampunnn........
pengen teriak tapi malu sama tetangga, kos cowok je..

Mahatma said...

hehehe....yang ngurut siapa neng ?

haris said...

wah, kalo aku gak suka pijet mas. sebab selalu geli kalo dipijeti. he2.

Mahatma said...

nek kesleo, rak mungkin geli hehehe...

riuusa said...

aku ngekek pas liat gambare...wow begitu mengena
wakakakakakkaa

Mahatma said...

wah, kata-katanya bermuka dua,
"begitu mengena" kui tegese apa hayo ....??

belajarpintar said...

Wah Budi Hardiman menemukan teorinya dari PIJAT.... asyik juga nich....

Mahatma said...

hahaha....yakin deh, Budi Hardiman ora seneng pijet, ketoke rak sempet, ngalor ngidul mulang di banyak tempat...STF pun sering bolong hehehe...

Warna Warni Wawasan said...

ada alamat dan no telp tukang pijatnya gak? pengennya nyoba.. :D

Mahatma said...

hehehe...sudah lama gak di solo je,

wirid said...

itu di mana mas pijat kesleonya? tangan saya bengkak soalnya pengen pijat

Post a Comment

Silahkan berkomentar bila ada reaksi setelah membaca tulisan di atas.
Terimakasih.

Powered by Blogger.