November 29, 2009

Allah adalah pikiran manusia (feurbach)


Benarkah bahwa Allah itu sungguh hanya pikiran manusia semata ? Bila dipikirkan pelan-pelan, memang kelihatan bahwa yang nyata, yang ada, yang terindera adalah Manusia. Manusia terindera, ALlah tidak terindera. Apakah kriteria Ada itu hanya untuk sesuatu yang terindra ? Bila Allah tidak terindera, darimana Allah ada ? Bukankah ia hanyalah pikiran manusia semata ?

Aku tertarik membahas kembali si Feurbach lewat "Menalar Tuhan"nya Magnis. Saat Feurbach mengkritisi Hegel, Feurbach melihat bahwa Hegel menjungkirbalikkan kenyataan. Hegel meletakkan manusia di dalam kekuasaan Roh Semesta. Roh Semesta yang nyata, sedangkan manusia tidak nyata. Feurbach membaliknya. Bagi Feurbach, manusialah yang nyata, Roh Semesta itu hanya pikiran manusia. Allah adalah ciptaan dan angan-angan manusia semata. Hubungan Manusia dengan Allah sama dengan Hubungan Komputer dengan Proyektor/Viewer.

Sebenarnya, gambar yang ditampilkan proyektor adalah gambar yang sama persis dengan yang ada di komputer. Demikian juga dengan ALlah. Allah adalah proyeksi manusia. Manusia memproyeksikan bakat dan kemampuannya pada ALlah. Manusia mengira bahwa keutamaan dan kemampuan dalam diri Allah adalah sempurna, padahal sebenarnya, itu semua milik manusia sendiri. Allah adalah gambaran manusia sendiri tentang dirinya.

Agama berperan melanggengkan penyembahan manusia atas ciptaanya sendiri. Manusia menjadi segan dan tunduk pada ciptaanya tersebut. Terhadap Allah, manusia menjadi lumpuh. Daripada mencoba merealisasikan hakekatnya kepadanya, manusia secara pasif mengharapkan berkah daripadanya, ia berdoa kepadanya. Dengan demikian agama mengasingkan manusia dari dirinya sendiri.

Memang, dalam agama mudah ditemukan banyak unsur yang mencerminkan cita-cita, prasangka dan emosi manusia. Banyak hal dipercayai dan dilakukan atas nama agama yang sebenarnya tidak ditemukan dalam wahyu aseli agama yang bersangkutan, melainkan merupakan interpretasi manusiawi yang sarat kepentingan. Jadi kritik Feurbach memang ada benarnya. Tentu tidak seluruhnya.

Bila Allah semata proyeksi manusiawi, darimana datangnya konsep ketakterhinggaan yang muncul dalam konsep Allah lewat kata "maha" ? Bukankah pengalaman manusia itu terbatas, darimana konsep ketakterbatasan itu muncul ? Bila ALlah adalah pikiran manusia semata, apakah kemudian tidak ada ALlah ? Sampai akhir, ternyata Feurbach tidak menjelaskan tentang ada tidaknya Allah.
gambar dikutip dari : http://blog.learnremoteviewing.com/2008/05/28/files/RemoteViewingAstralProjectionExposed_11242/SittingManSmall.jpg
Share/Bookmark

8 komentar:

happy said...

Setuju Feurbach bahwa sering saya 'merancang' figur Tuhan menurut logika saya. Merancang kira2 apa kehendak Tuhan; menimbang2 apa kira2 yang disukai-Nya.
Itulah keterbatasan nalar. Hanya bisa merancang dan menimbang2.
Semenjak 'njebling' atw 'dibuat njebling' dari Merto, yg ironisnya karena saya dianggap atheis, saya kehilangan sosok Tuhan yang saya rancang itu. Justru inilah titik balik saya menemukan 'the real God', the 'Untouchable / Unseen / Unheard'. Hanya merasa ada DIA yang MAHAKUASA yang menciptakan dan mengiringi SEMESTA.

atmo said...

akhirnya, memang orang beriman dituntunt untuk menunjukkan pengalaman imannya terhadap Tuhan, tak ada kata yang dapat memuaskan rasio semata.
Nderek bingah atas penemuan2 semacam itu.

gusmel riyadh said...

menurut saya, semua keyakinan itu adalah subyektivitas manusia. Namun secara objektif manusia memiliki 2 hati. Hati pertama sebagai organ nyata (terindera), dan hati yang satu abstrak tidak terindra tapi manusia normal punya. Dan di hati yang kedua inilah Allah berada. Mungkin begitu.

gusmel riyadh said...

menurut saya, semua keyakinan tentang hal2 tersebut adalah subyektivitas manusia.

dan keyakinan saya adalah secara objektif manusia memiliki 2 hati. Hati yang pertama sebagai organ (nyata/terindera) dan hati yang satunya abstrak/tidak terindra namun terasakan. Nah, di Hati yang kedua inilah Allah berada.

ulie marthawijaya said...

Walaupun Tuhan ngga keliatan....
apalagi ngeliat...
tapi saia sendiri bisa ngerasaain kalo dia itu ada...
dia itu udah kayak ibu sendiri...
saia minta apa ajah pasti di kasih...
dia itu Tuhan....
Allah SWT....
:)
LUPH U FULL,....

Mahatma said...

@gusmel : hati hati dengan hatimu kang !!!

Mahatma said...

@ ulie : emang sih, kita perlu memberikan kesaksian berdasarkan pengalaman pribadi tentang Tuhan, kalau di ranah pemikiran sih, gak ada habisnya....

ressay said...

Bagi saya, Tuhan yang mampu terdefinisikan dengan jelas, bukanlah Tuhan.

Entah apapun sebutan kita untuk menyebut identitas dari causa prima, bagi saya, keberadaan Tuhan adalah sebuah keniscayaan lagi rasional. Keberadaan Tuhan menjadi sebuah keniscayaan lagi rasional saat kita menggunakan prinsip niscaya lagi rasional, yang dikenal oleh temen2 HMI sebagai pola pikir metafisika Islam.

Ada pun penolakan keberadaan Tuhan dengan pola pikir pengalaman, maka menurutku tidak tepat. Mazhab empirikal yang berpijak pada doktrin pengalaman, terdapat inkonsistensi. Di satu sisi menurut mereka bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang manusia memiliki pengalaman atasnya. Tetapi disisi lain, doktrin mereka itu dianggap sebagai sebuah keniscayaan. Itulah inkonsistensinya.

Post a Comment

Silahkan berkomentar bila ada reaksi setelah membaca tulisan di atas.
Terimakasih.

Powered by Blogger.