March 27, 2009

ngepyurke UYAH lan SEGO sak kepel

Solo digoyang badai, begitu tulis beberapa media memberitakan hujan angin yang menerpa Solo, Rabu, 25 Malam. Hujan waktu itu memang di luar kebiasaan. Hujan (air )tentunya, ditambah angin yang kencang lalu awan yang kedap kedip laksana lampu diskotek yang menggoyang SOLO. Suasana bertambah heboh tatkala listrik PLN juga padam. Gelap, ditemani sepi menyapu SOLO di malam itu, laksana hendak menyapa setiap manusia untuk mendengarkan bisikan Sang Ilahi.

Pengalaman warga Solo tentulah berbeda-beda. Ada yang sedang di dalam rumah, di rumah teman, di toko, di jalan, di warung makan, atau sedang di dalam kamar mandi. Pengalaman yang sama itu dimaknai secara berbeda oleh berbagai orang dalam kapasitasnya masing-masing. Salah seorang yang ingin kuceritakan adalah pengalaman SIMBAH, sebut saja X dan Bapak sebut saja Y.

Pada saat angin dan hujan menerpa rumahnya, Mbah X dan PakDhe Y langsung berlari ke dapur dan mengambil garam satu genggaman tangan dan nasi satu genggaman tangan. Garam (uyah) dan Nasi (Sega) itu disebarkan di depan rumah sambil berseru hus hus hus hus, lunga lunga lunga lunga...
Menurut mereka berdua, yang mereka lakukan itu sudah dipesankan oleh para leluhur bahwa bila ada hujan dan angin serta lampu padam, segera sebarkan garam dan nasi di depan rumah, dengan harapan hujan dan angin segera berlalu.

Pertanyaanku : mengapa ?

Kata simbah dan PakDhe, saya percaya saja bahwa angin ribut disertai hujan ini bukan semata siklus alam tetapi juga melibatkan sesuatu yang melampauinya. Entah kita namai apa, tetapi SIMBAH dan PAKDHE menyebutkan Yang Ilahi.

Pertanyaan manusia modern : apa artinya menyebar Garam dan Nasi ? Apa hubungannya dengan angin ribut dan hujan ? Apa pengaruhnya ? Bisakah menghentikan hujan dan angin ? AH, takhayul belaka !!

Benarkah semudah itu? Bukankah nenek moyang mengatakannya sebagai hasil refleksi selama beratus tahun ? Lalu mengapa garam dan nasi ? pertanyaan terus berlanjut, ....

Satu hal yang kuyakin, ini local wisdom nenek moyangku, MBAH BUYUT, MBAH MBAH APA TEGESE ?

1 komentar:

Dony Alfan said...

Hal-hal seperti itu memang mengundang tanya. Dan kadang kita tak mendapat jawaban yang memuaskan. Maklum, manusia modern selalu menuntut jawaban yang rasional...

Post a Comment

Silahkan berkomentar bila ada reaksi setelah membaca tulisan di atas.
Terimakasih.

Powered by Blogger.