Ungkapan "ndalepuk, ndalepuk !!" terdengar bersahut-sahutan di penjuru kampung-kampung di penghujung tahun 80-an. Sekarang, seruang itu sudah lama tak terdengar.
Ndalepuk atau saNDAL ijoLE KeruPUK (Sandal ditukar dengan Kerupuk) adalah ucapan yang sering kudengar di saat Kecil. Saat itu, tukang pengumpul barang bekas mencoba mengumpulkan barang dengan cara memberi imbalan kerupuk bagi mereka yang mengumpulkan barang yang masih bisa dijual untuk didaur ulang lagi. Barang yang mereka terima antara lain sandal (diambil karetnya), semprong senthir (kaca penutup di lampu teplok), dan barang-barang lainnya. Di beberapa tempat, Ndalepuk disebut Ndalireh karena barang yang menjadi alat penukar adalah gereh (ikan asin), atau juga minyak curah. Beberapa tempat yang lain, menggunakan alat penukar yang lain, tetapi dengan pola yang sama yaitu memberikan imbalan bagi pengumpulan barang bekas.
Aku tiba-tiba teringat dengan ungkapan tersebut karena baru saja tersedia kerupuk di ruang rekreasi di asrama. Kerupuk merah kuning ukuran panjang yang sudah sulit kutemukan lagi. Kerupuk itu dibeli di pasar Godean, Yogyakarta. Rasa kerupuk ini berbeda dengan kerupuk Ndalipuk. Kerupuk dari tukang Ndalepuk digoreng dengan menggunakan pasir sedangkan kerupuk yang tersedia sekarang digoreng dengan menggunakan minyak. Lebih enak yang "dulu" menurutku.
Pertanyaanku, ke mana tukang ndalepuk sekarang ? Yang mereka lakukan sekarang seperti yang dilakukan oleh para pemulung. Mengumpulkan barang bekas yang mungkin masih bisa dijual lagi untuk didaur ulang. Barang yang bisa didaur ulang seperti plastik kemasan air meneral, botol minuman, kertas bekas, besi, tembaga, kaca, dll. Kegiatan mengumpulkan barang bekas masih sama, tetapi cara
pengumpulannya yang berbeda. Ada apa ini ?
Persoalan yang sederhana ini menjadi menarik bila dilihat dari sisi budaya. Kegiatan manusia mengumpulkan barang bekas dari orang lain, kemudian dijual kembali menjadi semakin mudah karena semakin banyak orang yang membuang barang. Kebiasaan membuang barang atau Nyampah adalah kebiasaan bawaan bersamaan dengan berkembangnya industrialisasi. Coba saja membayangkan berlimpahnya barang produksi seperti sandang, plastik (mainan, bungkus, tutup ) semuanya hadir tanpa pemikiran tentang pengolahan sesudahnya. Dengan kata lain, kebiasaan Nyampah adalah efek samping yang tidak terpikirkan oleh para pencipta teknologi. Penciptaan, produksi massal barang selama ini dilihat sebagai tujuan akhir. Orang tidak akan memikirkan bagaimana sesudah barang tersebut rusak atau tidak lagi dipakai.
Kenyataannya, semakin lama, barang yang diproduksi juga tidak lagi bisa digunakan untuk waktu lama. Ditambah lagi, kebiasaan untuk mengikuti mode membuat banyak orang tidak lagi menggunakan barang yang sebenarnya masih bisa digunakan. Kebiasaan ini memicu untuk membuat barang yang hanya bisa digunakan dalam jangka waktu singkat. Dengan kata lain, barang produksipun juga mengikuti tren para penggunanya. Ada keterkaitan satu sama lain. Di hadapan situasi ini, muncul masalah kebiasaan membuang atau Nyampah .
Kebiasaan Nyampah ini kemudian menuntut banyak barang dibuat dengan kemampuan dapat didaur ulang. Istilah Recycable dengan gambar tiga panah melingkar dengan bentuk segitiga menjadi umum untuk menunjukkan bahwa barang yang diproduksi bisa didaur ulang. Bila produk dengan kemampuan untuk didaur ulang adalah tanggungjawab produsen, maka kegiatan daur ulang kemudian menjadi tanggung jawab siapa ? Konsumen, pengguna ? Manusia pada umumnya ? Permintaan tanggungjawab semacam ini menjadi sulit. Saya akan memperlihatkan kesulitannya.
Ketika orang membeli, dengan segala rayuan iklan modern, orang terbuai dengan ilusi fesyen. Apapun barangnya, entah barang elektronik, hasil teknologi terkini, atau barang-barang penunjang manusia dalam membaawakan diri, semuanya dijual dan dibeli dengan memanipulasi hasrat. Perasaan saat sebelum membeli, saat membeli, saat baru saja memiliki, adalah urutan semakin memuncak, dan kemudian menjadi antiklimaks ketika satu atau dua bulan memiliki. Kegiatan membuang atau Nyampah
menjadi hal yang biasa. Kegiatan yang menyenangkan ketika merencanakan membeli, membeli,
dan ketika sudah memiliki, tidak dibarengi dengan kegiatan yang menyenangkan saat membuang, Nyampah , apalagi saat mendaur ulang. Kegiatan Nyampah tidak menyenangkan karena dihadapkan pada suatu kebiasaan baru yaitu Nyampah yang benar. Nyampah yang benar adalah Nyampah di tempat sampah, lebih baik lagi bila dipilah atau malah dikelola sendiri. Ketidaknyamanan dalam melaksanakan kegiatan Nyampah inilah yang saya sebut sebagai suatu kesulitan tersendiri.
Kesulitan tersebut akan menjadi berbeda apabila kegiatan Nyampah dibarengi juga dengan situasi menyenangkan seperti pada saat membeli, saat merencanakan membeli, atau beberapa saat sesudah membeli. Situasi tersebut bukan tidak mungkin terjadi. Ungkapan Ndalepuk yang saya ingat di atas adalah ungkapan yang membawa warta gembira. Ketika saya masih kecil, kata Ndalepuk bergema memberikan harapan dan menerbitkan ingatan akan sampah yang telah saya kumpulkan di rumah, yang akan saya tukarkan dengan kerupuk. Cara ini bisa dikategorikan “hadiah dan hukuman”, tetapi telah terbukti efektif menjadi salah satu cara untuk belajar membuang dengan gembira, bahkan membuat orang merencanakan untuk membuang dengan gembira.
Ah, semoga ini bukan sekadar romantisme masa kecil ketika melihat kerupuk di ruang rekreasi.
May 23, 2011
Ndalepuk : atau tentang kebiasaan Nyampah
Diposkan oleh Mahatma di Monday, May 23, 2011
Label: industrialisasi, kerupuk, membuang, modernisme, ndalepuk, nyampah, sampah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Powered by Blogger.
Copyright © 2011 mahatmaberkata-kata
Designed by headsetoptions, Blogger Templates by Blog and Web
4 komentar:
Ane berusaha tidak pernah Nyampah.... .tapi sayang, tanpa nyampah, banyak yang tidak jalan. sampah ane laporan keuangan... .berrim-rim kertas tiap minggu... .Ane jadi heran, kapan sih negara ini bisa paperless... .
menyukai tulisannya keren bgt :) peduli :) inopasi harus di barengi juga pengkondisian solusi yang baik bila itu merugikan --- bagus sekali tulisannya :)
@johar manik : hehehe....nyampahnya bisa dijual kalo kertas ber rim-rim
@tomboo ayem : terimakasih, mari berbagi !
Post a Comment
Silahkan berkomentar bila ada reaksi setelah membaca tulisan di atas.
Terimakasih.