Apa hubungan BAKMI JOWO dan Orang YOGYA ?
Sudah 7 bulan aku tinggal di Jogja dan mengenal salah satu makanan yang cukup digemari masyarakat jogja yaitu BAKMI JOWO. Makanan ini cukup banyak ditemui di jogja dan sekitarnya, mungkin hampir sama dengan WARUNG SENGSU yang banyak ditemui di SOLO. Warung Bakmi Jowo biasanya menjual BAKMI GODHOG, BAKMI GORENG, nasi goreng dan campuran nasi dan bakmi yang biasa disebut magelangan. Semakin bisa menikmati BAKMI JOWO, aku merasa semakin mengenal YOGYA dan masyarakatnya.
Dibandingkan dengan hidangan bakmi lain, BAKMI JOWO (terutama bakmi godhog) memiliki keistimewaan dalam kuah yang kental dan terasa campuran telurnya. Selain itu, cara memasak dengan arang dan anglo juga memberi rasa yang khas yang sangat berbeda dari masakan dengan kompor minyak atau gas. Di dalam bakmi itu sendiri, terdapat campuran dua macam mie yaitu mie telor dan bihun, ditambah campuran daging ayam yang disuwir, sedikit jeroan ati dan ditaburi “brambang” goreng. Tentang sayurannya, paling terasa adalah kol yang masih terasa kriuknya karena dimasukkan belakangan, selain tomat dan daun bawang. Untuk cita rasa pedas, BAKMI JOWO menyediakan cabai rawit utuh (biasanya cabai putih) dalam penyajian. Pembeli biasanya makan bakmi sambil “nyeplus” cabai rawit untuk mendapatkan sensasi pedas. Selain itu, pembeli biasa akan makan dengan irama yang cenderung cepat karena BAKMI JOWO lebih terasa “nendhang” bila dimakan saat masih panas sehingga lidah terasa sedikit kepanasan. Gabungan antara lidah yang kepanasan dengan aroma BAKMI JOWO “kemebul” yang terhirup hidung, menambah selera saat menyantap BAKMI JOWO.
Selain kekhasan dalam isi makanan, BAKMI JOWO juga memiliki kekhasan dalam tempat dan penyajian. Tempat penjualan BAKMI JOWO biasanya semi permanen, meminjam emperan toko atau bila permanen, bentuk warungnya sederhana, dari kayu dengan penerangan yang minimal sehingga menimbulkan kesan remang dan tempo dulu. Bentuk gerobaknya juga khas dengan wajan penggolahan kecil bergagang satu dengan kompor anglo arang dan beberapa ayam yang sudah dimasak dan dicantolkan, siap untuk “dithithil”. Dengan ukuran wajan yang kecil, BAKMI JOWO biasanya dimasak satu persatu sehingga tidak heran, penyajian satu porsi BAKMI JOWO membutuhkan waktu yang lama, ditambah bila banyak yang sedang membeli. Lamanya penyajian bukanlah suatu penghalang bagi penikmat BAKMI JOWO. Penggemar BAKMI JOWO tidak pernah terlalu mempermasalahkan waktu pengolahan dan penyajian karena sudah maklum dan saat itu dijadikan moment pertemuan dan ngobrol untuk menunggu pesanan.
Banyaknya warung BAKMI JOWO juga menghasilkan penggemar fanatik tersendiri sehingga jarang warung BAKMI JOWO yang sepi pembeli. Warung BAKMI JOWO tersebar di Yogyakarta dan sekitarnya, terutama daerah Bantul. Tiap tempat memiliki sejarah dan legenda tersendiri sehingga mengunjunginya juga merupakan perjalanan merasakan sendiri ceritera tentang warung BAKMI JOWO dan sejarah di belakangnya. Ia biasanya terdapat di tempat yang “nyempil” sehingga usaha mencarinya merupakan suatu prestasi tersendiri. Para penggemar yang fanatik selalu akan mencari tempat BAKMI JOWO yang lain di tempat-tempat yang sulit dikunjungi. Cerita tentang kenikmatan BAKMI JOWO dari mulut ke mulut semakin memancing para penggemar BAKMI JOWO untuk berburu tempat tersebut. Lamanya pencarian tempat dan penyajian bisa lebih dari 3 jam, tetapi hal itulah yang mengasyikkan dari perburuan BAKMI JOWO. BAKMI JOWO memang merupakan suatu anomali dalam era “fast food”.
Tiap Warung BAKMI JOWO, biasanya juga terkenal karena menyediakan minuman khas. Teh Panas adalah andalan tiap warung BAKMI JOWO. Teh kental manis dengan wangi melati yang dihidangkan “puanas” menjadi teman setia penikmat BAKMO JOWO. Di beberapa tempat, disediakan juga minuman tradisional seperti Wedhang Uwuh (rempah-rempah) atau juga Kopi dan Jeruk Panas.
Menikmati BAKMI JOWO adalah suatu kultur tersendiri dari masyarakat yang suka dengan tantangan dan menghargai usaha keras baik pembeli maupun penjual. SABAR adalah kata kunci yang muncul dari masyarakat pecinta BAKMI JOWO. Generasi penikmat BAKMI JOWO adalah generasi yang mau mengatakan bahwa hidup itu bisa dimaknai dengan tenang, dengan kesederhanaan tanpa menghilangkan kerja keras. Generasi BAKMI JOWO tetap tumbuh subur di tengah derasnya arus cara pikir yang mengedepankan kecepatan, efisiensi, produktivitas dan profit oriented. Menikmati BAKMI JOWO bukan sekedar tindakan menghilangkan lapar tetapi merupakan gabungan dari hasrat keingintahuan ditambah rasa penasaran dalam interaksi kerakyatan yang khas YOGYA. Masyarakat YOGYA adalah Generasi BAKMI JOWO. Menyelami masyarakat YOGYA bisa dimulai dengan mencoba merasakan enaknya BAKMI JOWO, setelah bisa merasakan nikmatnya BAKMI JOWO, perjalanan memahami YOGYA dijamini semakin terbuka. Berani Mencoba !!
Asal gambar : http://rievl11.blogdetik.com/files/2010/02/bakmi-jawa.jpg
January 30, 2011
generasi bakmi jowo
Diposkan oleh Mahatma di Sunday, January 30, 2011
Label: BAKMI JAWA, BAKMI JOWO, JOGJA, kuliner, Yogya, yogyakarta
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Powered by Blogger.
Copyright © 2011 mahatmaberkata-kata
Designed by headsetoptions, Blogger Templates by Blog and Web
15 komentar:
seng aku kerep ki neng bakmi jombor....enak...tur larang...
namanya kedengaran sedikit "kampungan", tapi BAKMI JOWO bukan masakan yg "kampungan"...
So pasti, makanan ini haram dimakan sama orang-orang yang "kampungan" (padahal ngakunya orang kota...)
iya to ter??
@ indra : harap diperhatikan keterangan di akhir.....(tur larang ) hehehe....
@lex : ada orang yang membedakan bahwa NDESO tidak apa-apa asal tidak KAMPUNGAN,
bagiku : apa yang salah dengan nDeso dan Kampungan ? hehehe.....
hahahah....
nDeso dan kampungan itu jelas beda to yo..
orang nDeso belum tentu kampungan, sebaliknya (yang ngakunya) orang kota bisa jadi malah kampungan...
NB: based on true story (hahahahah, ngerti dewe...)
Ter, iki wis februari, saatnya aku nulis meneh, ditunggu ya...
@komando : oke, ngerti2, selera tidak bisa diperdebatkan, paling bisanya diece hehehe...
tak tunggu komandan !!!
hahahahah....
seleraku ora adoh2...
kelahiran akhir maret 1988, tur rodo ndeso...
nyaris entuk sing kutha pisan ternyata wis "diijon" karo bakul, hahahahah...
wah, ngertio ngene mbiyen dijak ning bakmi jowo wae, enteke ora nganti satus ewu punjul, hahahahah...
@komando : hahahaha...ojo menyesal berbuat baik hehehe...
hahahahah...
kalimat iki sing selalu tak kutip...
yen ra percaya baca lagi tulisanku tentang "25 tokoh yang mewarnai SMK Mikael pas bagian mahatma chryshna...
(tulisan paling apik sepanjang sejarahku ngeblog...)
Koyo wong Solo sing bosen nang Klewer, semono ugo aku yo bosen ro Bakmi Jowo Frat, aku kan wong jowo asli, sing biasane kemaki pengen nyoba bakmi soko monco negari xixixi....
@ lek Narto : lha kui juga menarik, bagi blogger yang lebih penting adalah menuliskannya, siap grak !!
aku dadi luwe....
aq wes tau diajak pakde blonty ke bakmi Bogem..
katane sih udah terkenal..
:D
Aq prnah makan Bakmi Jowo depan RS.Moewardi Solo. Mantap jg... :D
Tp, kalo dicermati lebih jauh, lama-lama mirip Mie Dogdog khas Burjo Kuningan... hehehe.
@sindhu : belum penah menikmati bakmi jowo di SOLO, bakmi Jowo terlanjur kupikirkan sebagai makanan khas Yogya, walau di daerah lain juga ada.
boleh juga makan di tempat lain.
Post a Comment
Silahkan berkomentar bila ada reaksi setelah membaca tulisan di atas.
Terimakasih.