September 08, 2011

Saya tidak punya waktu bicara tentang Tuhan

Kutipan di atas adalah pernyataan Choan Seng Song yang saya dapatkan dari Dosen baru saya ketika kuliah Teolog-teolog Asia. Pernyataan tersebut cukup keras karena berusaha menempatkan pembicaraan tentang Tuhan dalam suasana ketergesaan, dalam situasi bahwa Tuhan harus dibicarakan secara "cekak aos", secara "concise". Pernyataan tersebut juga menampakkan suatu luapan semangat dalam nuansa kemarahan dengan nada ejekan ketika berhadapan dengan orang yang dengan mudah dan sering berbicara tentang Tuhan. Bagi Song, pembicaraan tentang Tuhan ditantang oleh kemendesakan situasi di hadapannya yang tidak bisa menunggu untuk tidak disapa. Situasi Asia yang khas di setiap tempat membuat setiap pembicaraan tentang Tuhan mengambil jatah waktu/kesempatan untuk berbicara tentang situasi aktual di hadapan setiap orang di Asia ketika mulai berbicara tentang Tuhan. Situasi macam apakah yang dihadapi oleh Teologi Asia secara umum ?




 Ada beberapa hal yang bisa disebut, secara umum tentu saja. Asia dengan keragaman budaya, keragaman agama menampakan juga kesamaan persoalan meliputi kesamaan bekas jajahan Barat atau pernah merasakan sebagai bagian dari gerak kolonialisasi barat dengan aksesnya yaitu situasi kehancuran pasca perang. Situasi Post Kolonial itu membentuk kehidupan yang khas sesuai dengan negara yang menjajahnya, entah Inggris, Belanda, maupun Portugis. Suasana lain yang sama adalah suasana kemiskinan yang menandai sebagian besar wilayah Asia, dengan perkecualian negara Asia yang jauh dari perkara kemiskinan seperti Jepang.

Beberapa hal di atas memberikan gambaran uniknya suasana Asia. Kesadaran akan keunikan tersebut dilanjutkan dengan munculnya kemendesakan yang tidak bisa diabaikan berhadapan dengan persoalan di depan mata setiap orang yang ingin berteologi khas Asia. Suasana kemendesakan tersebut meminta untuk selalu ditanggapi daripada sibuk berbicara tentang Tuhan.

Di Indonesia, yang juga Asia ini, kemendesakan apakah yang menuntun seorang Teolog untuk tidak terlalu lama dan berbicara tentang Tuhan yang abstrak-jauh, namun terus maju dan menanggapi persoalan yang hadir-hidup di hadapannya ? Pertanyaan ini sungguh menggelitik saya sampai saat ini. Indonesia dengan keragaman budaya dan agama sungguh mencerminkan suasana Asia yang dijadikan locus teologicus bagi teologi Song. Secara lebih konkret, manusia Indonesia dengan persolan hidup macam apakah yang mendesak untuk segera disapa sebagai suatu rumah teologi yang nyata ?

  (masih akan berlanjut) 

Gambar CS Song dikutip dari : http://www.cssong.org/home.html

Gambar Indonesia dikutip dari : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_YXOGqxiDm1aEstYC0xdAl9FaiXSZXCwl5M1u9OfZPqv1YMKzoXopo2EQRTGtRjoCcMI8LWczyc5vGb36BFsoa-6M-mKn1qPuSviVs21fFUWiFgntUM5sHTwMM52hxpbIwcZBEJ2gzMU/s1600/kemiskinan-masal-bajaj-anak-nalumsari-jepara-jawa-tengah.jpg

4 komentar:

Nuzulul said...

mampir2..

Mahatma said...

@nuzulul : ya mari monggo monggo

Anonymous said...

Mungkin Tuhan suka kemiskinan, mas :)

Mahatma said...

hahaha....siapa tahu ?

Post a Comment

Silahkan berkomentar bila ada reaksi setelah membaca tulisan di atas.
Terimakasih.

Powered by Blogger.