January 08, 2013

CINTA TAPI BEDA : BEDA TETAP CINTA

Cahyo mengajak Diana ke Rumah Orangtuanya di Jogja. SUMBER.

“Mengapa menonton film 'CINTA TAPI BEDA' ?” demikian tanya pengantri tiket di belakang saya. Saat itu saya menjawab sekenanya bahwa film ini cukup banyak dibicarakan dan menjadi kontroversi. Karena itu, agar bisa masuk ke dalam kontroversi itulah, perlu melihat filmnya lebih dahulu. Jawaban itu ternyata berkembang.


Alur CINTA TAPI BEDA ini cukup mudah diikuti :  kisah cinta dua orang beda agama yang ingin menikah secara resmi tanpa meninggalkan keyakinan masing-masing. Persoalan muncul ketika orangtua dari kedua belah pihak tidak menyetujui rencana pernikahan tersebut. Persoalan lain muncul dari Aturan Negara yang tidak memperbolehkan orang menikah dengan agama yang berbeda. Restu orangtua dan aturan pemerintah dijadikan halangan untuk mewujudkan keinginan menikah kedua pasangan tersebut. Film tidak memberikan penyelesaian akan hal ini secara praktis, bahkan terkesan adanya jalan buntu dari sisi Aturan Negara.

Saya tertarik dengan upaya  sang sutradara  "CINTA TAPI BEDA"  dalam menyuguhkan persoalan yang nyata di masyarakat. Nyatanya ada banyak pasangan beda agama yang menikah. Potret situasi tersebut disuguhkan dengan kerangka kisah percintaan. Ketika kenyataan ini diangkat ke dalam film, minimal banyak orang kemudian mulai berpikir dan mencari dasar serta mencari pemecahan. Sebagai sebuah wacana yang membawa orang pada kemauan mencari sendiri, film ini termasuk film yang mendewasakan.

Saya anggap sebagai pendewasaan karena tidak berpretensi mengkotbahi orang dengan hasil siap saji yang siap dipakai dan dinikmati, namun dalam kemampuan memberikan pancingan untuk mencari dan memutuskan sendiri. Setiap penonton yang menikmati film ini diajak untuk ikut serta dalam persoalan yang dialami oleh sang tokoh utama, mengalami dorongan cinta serta hambatan yang dihadapi.  Sesudahnya, tiap penonton diajak untuk mengambil sikap secara pribadi.  Pengambilan sikap ini dimulai dengan memahami situasi yang nyata terjadi dan ditambah dengan latar belakang penonton sendiri. Dalam situasi semacam itu, apakah yang akan dilakukan oleh penonton ?

Setelah melihat film ini, saya sendiri tidak melihat adanya nuansa dan arah untuk menyinggung golongan atau agama tertentu. Yang muncul adalah pemahaman akan adanya situasi pernikahan beda agama yang dialami oleh sepasang manusia. Pemahaman inilah sikap awal dalam relasi di tengah banyaknya perbedaan. Pemahaman tidak berarti mengatakan setuju atau mendukung suatu tindakan tertentu, namun suatu sikap mau menerima adanya kenyataan perbedaan. Mungkin dari pemahaman, akan muncul keinginan membantu atau menemani orang yang mengalami hal yang sama. Mungkin juga akan muncul keinginan untuk meluruskan apa yang sedang berlangsung, serta banyak sikap lain. Akan tetapi, dengan pemahaman akan adanya kenyataan perbedaan ini sudah merupakan suatu sikap bagi terciptanya kehidupan bersama.

Masuk ke filmnya sendiri, satu penyimbolan yang sangat kuat adalah bahwa ketika semua persoalan itu sedang bergejolak, sang tokoh utama Cahyo, Diana, Orangtua Diana, Orangtua Cahyo, semuanya berdoa sesuai keyakinan masing-masing. Bagi saya, hal ini mengatakan bahwa setiap agama itu mengajak umatnya semakin dekat dengan Tuhan, setiap agama itu berdoa !

Bagi saya ini sesuatu banget, bagaimana dengan anda ? 

2 komentar:

Lya Amalia said...

belum nonton ini.... >,<
bagus ndak?

Mahatma said...

bagus...
emang masih tayang kah ?

Post a Comment

Silahkan berkomentar bila ada reaksi setelah membaca tulisan di atas.
Terimakasih.

Powered by Blogger.